« »
« »
« »
Get this widget

Minggu, 21 Desember 2014

Pendapat Ulama NU Tentang Aborsi

Ulama NU Beda Pendapat Soal Legalisasi Aborsi

Bayi dalam kandungan sang ibu.(foto ilustrasi)
Ulama Nahdlatul Ulama berbeda pendapat soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi.

Sebagian ulama setuju terhadap peraturan yang melegalkan aborsi, namun sebagian lain tidak. NU Cabang Malang pun belum mengeluarkan rekomendasi khusus tentang PP tersebut.

Dukungan terhadap PP yang berinduk pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 itu datang dari Wakil Ketua Asosiasi Pondok Pesantren Nahdlatul Ulama Indonesia atau Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI NU) KH Fahrurrozi.

Menurut Pemimpin Pondok Pesantren An Nur Bululawang Malang ini, aborsi dibolehkan dengan dua ketentuan, yaitu jika hamil akibat pemerkosaan atau zina dan sebelum usia kandungan mencapai 120 hari.

"Ini sudah lama dibahas dalam kajian Bahsul Masail Fiqh. Di kalangan Pondok Pesantren dan banyak keterangan dalam kitab kuning klasik literatur pesantren," kata KH Fahrurrozi, Minggu 31 Agustus 2014.

Wakil ketua asosiasi yang menaungi sekitar 28.000 pondok pesantren NU di seluruh Indonesia itu melanjutkan, pandangannya sesuai dengan pandangan Imam Ramli dan Mahzab Syafi’i.

"Artinya tidak semua boleh, harus ditegaskan mana yang boleh dan tidak dalam aborsi. Pandangan ini sudah ada di Bahsul Masail," katanya.

Namun dia menyatakan pendapatnya tersebut bisa jadi berbeda dengan pendapat ulama lain di NU.  Perbedaan cara pandang mengikuti Imam siapa yang dianut, apakah Hambali, Maliki, Syafi’i atau Hanafi,

"Saya tidak bisa mengatakan ulama NU setuju bulat, ada pula bahkan yang mengaramkan mutlak. Jadi diperbolehkan menurut sebagian pendapat ulama," kata KH Fahrurrozi.
"Zina Jadi Marak"

Sementara itu, Wakil Ketua NU Cabang Kota Malang Sutiaji menyatakan tidak sepakat dengan PP tersebut. Menurutnya, membolehkan aborsi dengan alasan hasil perkosaan atau zina dikhawatirkan membuat perilaku seks di luar nikah akan semakin banyak.

"Dilihat dari dampak positif dan negatif akan lebih banyak negatifnya. Saya khawatir akan banyak muncul pelaku zina yang mengaku diperkosa karena ingin membuang aib saja," katanya.

Wakil Wali Kota Malang ini juga tidak sepakat dengan aborsi yang dilakukan hanya dengan alasan akibat korban perkosaan. Kata dia, janin tidak bersalah dan diciptakan bersih dan suci dari dosa.

Namun Sutiaji berpendapat, alasan reproduksi bisa dilakukan jika kandungan tersebut membahayakan kesehatan ibu dan janin.

"Kalau kandungan itu membahayakan kesehatan dari sudut pandang kesehatan reproduksi bisa diterima. Tapi jika karena korban perkosaan, itu yang tidak sepakat. Ada banyak negatifnya dari pada positifnya," kata Sutiaji.

PP legalisasi aborsi telah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juli 2014 lalu. PP ini membolehkan aborsi untuk kondisi darurat medis dengan usia janin tak lebih dari 40 hari terhitung hari pertama dari haid terakhir.

Aborsi pada korban perkosa dibolehkan dengan pertimbangan trauma yang mungkin dihadapi korban karena mengandung janin yang tidak diinginkan. Keduanya membutuhkan rekomendasi dari tenaga medis dan dari kepolisian.